Senin, 17 Oktober 2016

Jokowi Batal Mengunjungi Pembangunan Pasar, Mama-mama Papua Merasa Kecewa


Mama-mama pedagang asli Papua yang menunggu kedatangan Jokowi di lokasi pembangunan pasar. Foto: Ist
Jayapura, Jubi - Sedikitnya 30 an mama-mama Papua pedagang asli Papua yang menunggu kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke lokasi pembangunan pasar permanen mama-mama Papua di Jalan Ahmad Yani, Kota Jayapura kecewa lantaran orang nomor satu di Indonesia tersebut batal melihat langsung pembangunan pasar, Senin (17/10/2016).

Mama Yuliana Pigay, salah satu pedagang di pasar sementara Mama-Mama Papua mengaku sangat kecewa karena ia bersama mama-mama lainnya hendak menyampaikan surat kepada presiden, terkait pembangunan hotel di lokasi pembangunan pasar dan pembunuhan Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Robert Jitmau.

“Kami mau tanya ke presiden, kenapa ada hotel di pasar itu? Itu kami tolak. Kami juga minta supaya setiap lantai di pasar itu nanti akomodir kebutuhan kami. Lantai satu untuk pedagang bahan basah seperti sayur, ikan. Lantai dua untuk pedagang bahan kering, sagu, roti atau lainnya. Lantai tiga untuk barang-barang budaya dan lantai empat untuk pendidikan anak-anak dan ruang rapat,” ungkap Mama Yuliana Pigay.

Selain soal denah pasar, Mama Yuliana menambahkan dalam surat yang sudah disiapkan oleh mama-mama, tertulis permintaan agar presiden melakukan intervensi membentuk tim pencari fakta atas kasus pembunuhan Robert Jitmau yang akrab dipanggil Rojit.

“Banyak kejanggalan dalam sidang Rojit. Kami ingin ada saksi ahli kecelakaan lalu lintas dan semua saksi dihadirkan di persidangan. Lalu polisi juga harus menunjukkan bukti percakapan telepon Rojit,” lanjut Mama Yuliana. Baca ini:

Setelah mendapat informasi kalau kedatangan Presiden Jokowi ke lokasi pembangunan pasar permanen yang merupakan eks lokasi Perum Damri, batal satu persatu mama-mama meninggalkan lokasi.

Walau merasa kecewa, mama pedagang asli Papua lainnya, Mia Wenda mengatakan, bersyukur karena pasar permanen yang selama ini diperjuangkan mama-mama Papua akhirnya terwujud dimasa kepemimpinan Presiden Jokowi.

Setelah mendapat informasi kalau kedatangan Presiden Jokowi ke lokasi pembangunan pasar permanen yang merupakan eks lokasi Perum Damri, batal satu persatu mama-mama meninggalkan lokasi. Walau merasa kecewa, mama pedagang asli Papua lainnya, Mia Wenda mengatakan, bersyukur karena pasar permanen yang selama ini diperjuangkan mama-mama Papua akhirnya terwujud dimasa kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Akhirnya kami diberikan lokasi untuk pembangunan pasar permanen. Pemda selama ini tak perhatikan kami. Sebagai kepala negara Presiden Jokowi bisa memperhatikan kami mama-mama di Kota Jayapura," kata mama Mia kepada Jubi.
Katanya, memang ada mama-mama pedagang asli Papua di daerah lain yang menempati tempat layak untuk berjualan. Namun selama ini mama-mama yang berjualan di tengah Kota Jayapura belum mendapatkan tempat.

© Copyright © Tabloid JUBI


Jayapura, Jubi - Sedikitnya 30 an mama-mama Papua pedagang asli Papua yang menunggu kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke lokasi pembangunan pasar permanen mama-mama Papua di Jalan Ahmad Yani, Kota Jayapura kecewa lantaran orang nomor satu di Indonesia tersebut batal melihat langsung pembangunan pasar, Senin (17/10/2016).

Sumber: http://www.tabloid-wani.com/2016/10/jokowi-batal-mengunjungi-pembangunan-pasar-mama-mama-papua-merasa-kecewa.html
Jokowi Batal Mengunjungi Pembangunan Pasar, Mama-mama Papua Merasa Kecewe

Sumber: http://www.tabloid-wani.com/2016/10/jokowi-batal-mengunjungi-pembangunan-pasar-mama-mama-papua-merasa-kecewa.html
Jokowi Batal Mengunjungi Pembangunan Pasar, Mama-mama Papua Merasa Kecewe

Sumber: http://www.tabloid-wani.com/2016/10/jokowi-batal-mengunjungi-pembangunan-pasar-mama-mama-papua-merasa-kecewa.html

Minggu, 16 Oktober 2016

Natalius Pigai: Kunjungan Jokowi ke Papua Tak Bermanfaat, Hanya Habiskan APBD

Presiden Jokowi disambut tarian papua setibanya di Gardu Induk PLN Weina, Jayapura, Senin (17/10/2016)
Jayapura, Yalkom News - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menilai, kehadiran Jokowi sebanyak empat kali di Tanah Papua selama dua tahun masa kepemimpinannya merupakan hal yang sia-sia.
Menurut dia, kunjungan tersebut tidak membawa dampak apapun bagi warga Papua.
"Semua kunjungan Presiden Jokowi terkesan tidak memberi manfaat, dan hasilnya sampai sejauh ini belum pernah ada kebijakan yang dirasakan secara langsung oleh rakyat Papua," kata Natalius, dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/10/2016).
Presiden Jokowi, kata dia, justru menjadi sumber masalah di Papua karena dianggap tidak memiliki kompetensi sosial untuk membangun kepercayaan, juga kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan.
Akibatnya, berbagai pelanggaran HAM masih kerap terjadi di Papua.
"Adanya fakta peristiwa di mana pelanggaran HAM terhadap kurang lebih 5.000 orang Papua yang ditangkap, dianiaya, disiksa, dan dibunuh hanya dalam 2 tahun masa periode Beliau menujukkan bukti bahwa menciptakan Tanah Papua damai dengan penyelesaian pelanggaran HAM hanya menjadi pelayanan bibir atau kata-kata," ujar Natalius.
 Program yang didengungkan oleh Presiden untuk membangun pasar "Mama-mama Papua" dinilainya tidak pernah ada yang tuntas.
Bahkan, pimpinan Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap) Rojit meninggal secara misterius di Papua.
Masalah lain dari kehadiran Jokowi, tambah dia, adalah menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Papua hingga mencapai miliaran rupiah.
Jika semakin sering Presiden mengunjungi Papua, maka semakin banyak APBD Papua yang terkuras.
"Kita lebih banyak kritik orang Papua menghabiskan uang otonomi khusus, padahal justru dana otsus tersebut juga diduga tersedot ke kegiatan kunjungan semacam ini," ujar dia.
Natalius membandingkan dengan kunjungan Presisen keempat Abdurrahman Wahid yang baru sekali datang ke Papua, namun langsung terjadi perubahan secara signifikan dalam berbagai dimensi pembangunan.
Ia menilai, salah satu kegagalan Presiden Jokowi memberi manfaat dalam kunjungan kerjanya ke Papua arena Presiden tidak pernah memiliki grand design dan time frame soal penyelesaian masalah Papua secara komprehensif sehingga berjalan tanpa arah, terkesan amburadul dan tidak terkontrol.
"Kalau kunjungan kerja Presiden tersebut tidak substansial, maka pribadi sebagai putra Papua dan pembela hak asasi manusia, dengan tegas saya menolak kunjungi Papua untuk tiga tahun mendatang, karena kehadirannya lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya," kata dia.
Jokowi melakukan kunjungan keempat kalinya ke Papua untuk meresmikan sejumlah proyek kelistrikan dan bahan bakar minyak.
Ia menargetkan pada 2019 kebutuhan listrik di Papua harus tercukupi.
Jokowi juga meminta agar harga BBM, khususnya di daerah terpencil di Papua, harus setara dengan harga di daerah lain.
Berbeda dengan Natalius, Gubernur Papua Lukas Enembe sebelumnya memuji Jokowi yang sudah empat kali datang ke Papua selama dua tahun pemerintahannya.
Ia menilai kedatangan Jokowi sudah banyak melahirkan kemajuan signifikan bagi Papua. (23-Ndialeck,Jr.)

Copyright © Tabloid WANI in Kompas

Berita Papua - Rapat Paripurna Sidang III APBD Perubahan 2016 oleh DPRD Kab. Mamberamo Tengah - Papua

Pengabdian Guru-guru SM-3T V UNESA di Kampung Ilugwa Distrik Ilugwa Kab. Mamberamo Tengah - Prov. Papua (by; Gombo Ndialeck,Jr.)

Pengabdian Guru-guru SM-3T V UNESA di Kampung Ilugwa Distrik Ilugwa Kab. Mamberamo Tengah - Prov. Papua (by; Gombo Ndialeck,Jr.)

SM 3T angkatan IV Distrik Ilugwa, Kab Mamberamo tengah, Provinsi Papua

Jalan Wamena-Elelim-Jayapura KM 123 by; GN.Jr.

Jalan Wamena-Elelim-Jayapura KM 123 by; GN.Jr.

Masterplan Bandara Elelim Kabupaten Yalimo by; Gombo Ndialeck,Jr. in Dinas Perhubungan Kabupaten Yalimo Papua

Pemerintah Indonesia Ngotot Selesaikan Masalah HAM Papua secara Melawan Hukum


Demonstrasi KOMNAS HAM Foto; Ist
 “Itu terungkap dari pernyataan Deputy I Koordinasi Bidang Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Yoedhi Swastono yang menyatakan bahwa pemerintah tetap menjalankan upaya penyelesaian masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua dengan berlandaskan Keputusan Menko Polhukam yang sejauh pengamatan saya sebagai praktisi hukum justru sangat bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Warinussy, Minggu (16/10/2016).

Jayapura, Jubi - Advokat dan Pembela HAM di tanah Papua, Yan Christian Warinussy menegaskan, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar-benar hendak menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat di Tanah Papua secara melawan hukum
Hal ini ia simpulkan setelah mengikuti seminar nasional di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan thema ‘Proses Perdamaian, Politik Kaum Muda, Dan Diaspora Papua: Updating Papua Road Map’ di Jakarta, Jumat (14/10/2016) lalu.
“Itu terungkap dari pernyataan Deputy I Koordinasi Bidang Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Yoedhi Swastono yang menyatakan bahwa pemerintah tetap menjalankan upaya penyelesaian masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua dengan berlandaskan Keputusan Menko Polhukam yang sejauh pengamatan saya sebagai praktisi hukum justru sangat bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Warinussy, Minggu (16/10/2016).
Ia mempertanyakan  kewenangan Komnas HAM RI untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM yang berat. Karena menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Politik Hukum dan Keamanan  sudah melangkahi kewenangan milik Komnas HAM RI.
Ia juga menilai langkah-langkah pemerintah yang cenderung tidak terbuka dan terkesan tertutup dan ikut menghambat jalannya proses penyelidikan untuk mengungkapkan dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam tiga kasus besar di tanah Papua, yaitu Wasior, Wamena dan Paniai.
“Bahkan saya juga mengkritik Komnas HAM yang terkesan tidak pro aktif dalam melakukan upaya pemajuan dan penyelidikan awal terhadap dugaan pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum dan pada saat serta setelah penyelenggaraan tindakan pilihan bebas (act of free choice) pada tahun 1969 di tanah Papua,” paparnya.
“Ketika itu diduga keras telah terjadi tindakan sistematis yang diduga keras melibatkan aparat keamanan negara (TNI dan Polri) terhadap rakyat sipil Papua berupa penangkapan dan pemenjaraan di luar proses hukum, pembunuhan kilat (summary execution), penghilangan paksa dan pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kebebasan berserikat dan berkumpul,” tuturnya.
Menurutnya, Komnas HAM seharusnya menindak-lanjuti penyelidikannya terhadap dugaan pelanggaran HAM yang berat yang terjadi pada peristiwa pembubaran aksi damai di bawah menara air di Kelurahan Burokub, Distrik Biak Kota, Kabupaten Biak Numfor pada 6 Juli 1998.
“Saya tidak sependapat dengan langkah Komnas HAM melalui perwakilannya di Provinsi Papua untuk melakukan langkah mengupayakan rehabilitasi dan restitusi bagi para korban dugaan pelanggaran HAM Juli 1998 tersebut,” katanya.
Sebab menurutnya, sama sekali belum ada upaya investigasi pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan sebagaimana halnya pada peristiwa G30S PKI tahun 1965 yang sudah terjadi 51 tahun lalu, sementara peristiwa Biak baru 18 tahun lalu.
“Seharusnya proses pengungkapan kebenaran dan pengakuan sebagaimana tersirat dalam konteks pengertian yang terkandung di dalam amanat pasal 46 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus)bagi Provinsi Papua dan Papua Barat, yang dilakukan lebih dahulu sebelum adanya permintaan maaf yang diikuti dengan tindakan pemberian restitusi dan rehabilitasi,” jelasnya.
Terpisah, Koordinator Jaringan Damai Papua Neles Tebay mengatakan ada harapan dialog nasional untuk menyelesaikan masalah Papua terwujud di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Harapan ini muncul karena rekam jejak Jokowi sebagai kepala pemerintahan di daerah sebelum menjadi presiden diwarnai dengan dialog tanpa kekerasan dalam menyelesaikan berbagai masalah.
"Saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo dan gubernur DKI. Presiden juga punya hati untuk Papua," kata Neles Tebay dilansir tempo.co.
Menurut Neles, sikap Jokowi yang mengedepankan dialog dalam menyelesaikan masalah merupakan satu dari lima perubahan yang memberinya harapan dialog nasional mengenai masalah Papua dapat terwujud. (*)

© Copyright © Tabloid JUBI

Gubernur Minta GIDI Turut Perbaiki Mutu Pendidikan di Papua


Gubernur Papua Lukas Enembe saat meresmikan Gereja GIDI Bukit Karmel, Klasis Cycloop, Kabupaten Jayapura belum lama ini - Jubi/Alexander Loen

Jayapura, Jubi - Gubernur Papua Lukas Enembe meminta Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Tanah Papua, untuk turut serta memperbaiki pendidikan dan kesehatan di Bumi Cenderawasih, dimulai dari tengah-tengah jemaat.
"Gereja juga harus bisa berpikir bagaimana membuat jemaatnya menjadi lebih baik. Artinya, lewat gereja juga bisa mengajarkan kesehatan dan pendidikan sehingga jemaat memiliki sumber daya manusia yang mampu bersaing," kata Lukas Enembe saat meresmikan Gereja GIDI Bukit Karmel, Klasis Cycloop, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura belum lama ini.
Selain itu, ujar Enembe, gereja juga mempunyai peranan penting untuk bagaimana memanusiakan manusia lain yang ada di sekitarnya. Untuk itu, dengan kehadiran GIDI Bukit Karmel dapat melakukan perubahan dalam melaksanakan tugas serta misi penting di tengah-tengah jemaatnya.
"Saya percaya kehadiran gereja ini akan menjadi hidup baru bagi jemaat lebih khusus masyarakat yang berada di sekitar gereja," ucapnya. Khusus untuk hamba Tuhan, Gubernur Enembe berpesan, hamba tuhan mempunyai tugas bagaimana membuat jemaatnya bisa menjadi pemimpin.
Kemudian untuk penyerahan 23 unit perumahan sehat sederhana yang telah dibangun oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua, Gubernur meminta supaya dijaga dengan baik dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
"Pemerintah tidak selalu bisa membantu. Untuk itu, dengan diresmikan dan diserahkan 23 unit perumahan sehat sederhana bagi masyarakat disekitar gereja maka dapat bermanfaat," tutupnya. (*)